HumasUPNVJ – Senyum haru mengiringi langkah Malin Nur Aeni saat ia resmi dikukuhkan sebagai salah satu wisudawan pada Wisuda ke-75 Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta (UPNVJ). Di balik toga, tersimpan kisah perjalanan hidup penuh perjuangan, doa, dan cinta seorang anak dusun kecil di Kedung Sari, Cilacap, Jawa Tengah, yang tak pernah berhenti bermimpi.
Sejak umur 2 tahun, Malin lebih banyak menghabiskan waktu dengan sang bapak. Ibu Malin merantau menjadi TKW di Arab Saudi hingga usia Malin menginjak 5 tahun. Malin tumbuh bersama sang ayah, seorang pedagang sekaligus montir sederhana. Dari pasar dan bengkel kecil di rumah, ia belajar tentang kerja keras, kemandirian, dan makna doa yang tak pernah putus. Kenangan saat sang ayah menggandeng tangannya ke sebuah sekolah dasar di dekat pasar menjadi titik awal tekadnya untuk menempuh pendidikan setinggi-tingginya.
“Belum waktunya, Nduk. Bapak masih harus kerja, belum ada uang. Tapi nanti kalau kamu sudah besar, sekolah saja langsung SD, nggak usah TK. Abis itu kamu harus lanjut sampai kuliah. Kalau bakal usaha semampunya. Mungkin saat kamu besar nanti bapak sudah ga segagah sekarang. Tapi selama bapak masih punya mulut, bapak ga akan mandeg dzikir dan berdoa buat kamu. Gusti Allah mboten sare, Nduk. Gusti Allah pasti dengar doa bapak.” Ujar Malin, mengenang saat di mana pertama kali dirinya menyatakan ingin sekolah kepada bapaknya.
Namun takdir berkata lain. Saat Malin baru lulus SMA, sang ayah pergi untuk selamanya. Kehilangan itu sempat membuatnya terpuruk. “Saya merasa bukan hanya kehilangan bapak, tapi juga cita-cita kecil saya. Tapi saya teringat pesan beliau, rezeki ada asal kita mau berusaha,” kenangnya dengan mata berkaca-kaca. Dari situlah ia berjanji melanjutkan mimpi sang ayah melalui pendidikan.
Perjuangan Malin tidaklah mudah. Sebagai perantau di Jakarta, ia menghadapi tantangan finansial dan adaptasi di kota besar, "Meninggalkan kampung halaman untuk pertama kali terasa seperti menanggalkan sebagian diri saya. Sebagai mahasiswa luar daerah, saya menghadapi banyak tantangan adaptasi. Bukan hanya soal bahasa atau budaya, tapi juga perasaan terasing"
Jarak tempuh berjam-jam ke kampus, tinggal berpindah-pindah dari rumah saudara hingga kost, bekerja paruh waktu di kafe, hingga membuka bimbingan belajar untuk membiayai hidup—semuanya dijalani tanpa keluh. Namun di tengah keterbatasan, ia membuktikan diri dengan berbagai prestasi akademik.
Mulai dari lolos Program Kreativitas Mahasiswa dengan riset tentang blondo, terlibat dalam penelitian pangan darurat bersama UBAYA, hingga berhasil meraih hibah prestisius Nutrfood Research Fellowship senilai 50 juta rupiah dan Indofood Riset Nugraha. Ia bahkan mewakili UPNVJ dalam KKN Internasional di Malaysia untuk mengajar anak-anak WNI yang terpinggirkan.
“Setiap kali saya merasa lelah, saya selalu teringat pesan bapak: ngandel, kendel, bandel, kandel—percaya diri, berani, ulet, dan kuat. Itu yang membuat saya tetap melangkah,” ujarnya.
Beasiswa KIP-K Luar Daerah menjadi jembatan yang memungkinkan Malin melanjutkan pendidikan di Program Studi S1 Gizi UPNVJ. “KIP-K adalah penyelamat. Tanpanya, mungkin saya tidak akan sampai di sini. Saya merasa seperti diberi kesempatan kedua dalam hidup,” tutur Malin.
Kini, saat namanya dipanggil di panggung wisuda, Malin tidak hanya membawa kebanggaan pribadi. Ia membawa doa ayah, cinta ibu, serta harapan anak-anak desa yang mungkin masih bermimpi di tengah keterbatasan.
Pesannya untuk generasi muda di pelosok negeri sederhana namun penuh makna: “Jangan pernah berhenti bermimpi. Mimpi bukan milik mereka yang punya segalanya, tapi milik siapa saja yang mau memperjuangkannya. Saya adalah buktinya—anak dari dusun kecil pun bisa berdiri sejajar dengan siapa pun.”