Dr. Beniharmoni Harefa : Mengeluarkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Dari Prolegnas Prioritas Merupakan suatu “Kemunduran”

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Dr. Beniharmoni Harefa, S.H., LL.M. Dosen Hukum Pidana FH UPN Veteran Jakarta dalam sebuah acara webinar yang dilaksanakan oleh BEM FH UPN Veteran Jakarta (Kamis/6/8/2020) Webinar mendiskusikan topik Polemik Pencabutan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS), Sulit atau Tidak Penting? Ada empat narasumber yang dihadirkan, yaitu Sabina Puspita (Arryman Scholar), Theresia Iswarini (Komisioner Komnas Perempuan), dan Lisda Hendrajoni (Anggota Komisi VIII DPR RI), serta Dr. Beniharmoni Harefa, SH, LL.M. (Dosen Hukum Pidana FH UPN Veteran Jakarta).

Lebih awal Dr. Beni menyampaikan bahwa kejahatan seksual itu merupakan “graviora delicta” atau kejahatan paling serius. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa indikator yang salah satunya merupakan kejahatan dengan dampak viktimisasinya sangat luas dan berlangsung lama bahkan seumur hidup. Selain itu kejahatan seksual ini sendiri sudah dilandasi dalam konvensi internasional dan juga masuk kedalam hokum acara pidana khusus.

Beranjak ke sejarah perumusan RUU PKS ini, Dr. Beni menyampaikan bahwa sangat disayangkan yang akhirnya RUU PKS  ini telah dikeluarkan dari Prioritas Prolegnas 2020 yang dimana diketahui bersama proses panjang telah dilalui dalam perumusan RUU ini telah berlangsung sejak 2014 lalu. Dr. Beni Menambahkan bahwa walaupun masih ada kesempatan untuk memperjuangkan kembali pada oktober nanti supaya masuk dalam prioritas 2021, sepertinya akan susah dikarenakan seperti mengulang dari awal kembali. Akan tetapi walaupun demikian ini juga menjadi kesempatan kepada para peneliti (akademisi) untuk lebih memperbanyak kepustakaan mengenai RUU ini karena memiliki kelemahan dimana beberapa ada yang tumpang tindih dengan RUU KUHP. Dr. Beni berharap semoga segera ini bisa diperbaiki lagi segera sehingga tercipta harmonisasi antara kedua RUU ini.

Lebih lanjut, Dr. Beni juga menjelakan bahwa RUU PKS ini sebenarnya sudah dapat menjawab keterbatasan terhadap aturan perundang-undangan yang sudah ada. Beliau menyampaikan bahwa ada beberapa hal baru yang telah durumuskan dan dituangkan dalam RUU PKS ini dimana pada aturan perundang-undangan sebelumnya tidak diatur, seperti mulai dari hal Tindak pidana, Pemidanaan, Pencegahan, Proses penanganan (pemulihan), hingga pada Pembuktian terhadap tindak pidana kekerasan seksual.

Pada kesempatannya juga Dr. Beni memaparkan bahwa ada beberapa hal juga yang membuat beberapa kalangan tidak menyetujuinya. Hal tersebut beliau sampaikan bahwa telah timbulnya miss persepsi/konsepsi dimana RUU PKS ini dianggap Pro Zinah, Pro LGBT, dan Pro Aborsi. Akan tetapi beliau menyampaikan bahwa setelah mempelajari dengan seksama RUU PKS tersebut tidaklah demikian. Bahkan beliau menambahkan hal hal mengenai kekhawatiran dan keraguan masyarakat terhadap isu tersebut telah diakomodir pengaturannya dalam RUU PKS ini.

Terakhir Dr. Beni dalam penutupnya menyampaikan, walaupun sangat disayangkan telah dikeluarkan pada prolegnas prioritas 2020 marilah kita kawal terus RUU PKS ini untuk dapat diperjuangkan kembali pada oktober nanti supaya masuk dalam prolegnas prioritas 2021.

Webinar berjalan dengan baik dan mendapatkan antusias dari peserta yang mayoritas mahasiswa Fakultas Hukum dari berbagai Universitas di Indonesia yang tergabung melalui zoom cloud meeting. Webinar RUU PKS diakhiri dengan komitmen untuk tetap mengawal RUU PKS agar dapat segera dimaksukkan kembali ke Prolegnas Prioritas.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Dr. Beniharmoni Harefa, S.H., LL.M. Dosen Hukum Pidana FH UPN Veteran Jakarta dalam sebuah acara webinar yang dilaksanakan oleh BEM FH UPN Veteran Jakarta (Kamis/6/8/2020) Webinar mendiskusikan topik Polemik Pencabutan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS), Sulit atau Tidak Penting? Ada empat narasumber yang dihadirkan, yaitu Sabina Puspita (Arryman Scholar), Theresia Iswarini (Komisioner Komnas Perempuan), dan Lisda Hendrajoni (Anggota Komisi VIII DPR RI), serta Dr. Beniharmoni Harefa, SH, LL.M. (Dosen Hukum Pidana FH UPN Veteran Jakarta).

Lebih awal Dr. Beni menyampaikan bahwa kejahatan seksual itu merupakan “graviora delicta” atau kejahatan paling serius. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa indikator yang salah satunya merupakan kejahatan dengan dampak viktimisasinya sangat luas dan berlangsung lama bahkan seumur hidup. Selain itu kejahatan seksual ini sendiri sudah dilandasi dalam konvensi internasional dan juga masuk kedalam hokum acara pidana khusus.

Beranjak ke sejarah perumusan RUU PKS ini, Dr. Beni menyampaikan bahwa sangat disayangkan yang akhirnya RUU PKS  ini telah dikeluarkan dari Prioritas Prolegnas 2020 yang dimana diketahui bersama proses panjang telah dilalui dalam perumusan RUU ini telah berlangsung sejak 2014 lalu. Dr. Beni Menambahkan bahwa walaupun masih ada kesempatan untuk memperjuangkan kembali pada oktober nanti supaya masuk dalam prioritas 2021, sepertinya akan susah dikarenakan seperti mengulang dari awal kembali. Akan tetapi walaupun demikian ini juga menjadi kesempatan kepada para peneliti (akademisi) untuk lebih memperbanyak kepustakaan mengenai RUU ini karena memiliki kelemahan dimana beberapa ada yang tumpang tindih dengan RUU KUHP. Dr. Beni berharap semoga segera ini bisa diperbaiki lagi segera sehingga tercipta harmonisasi antara kedua RUU ini.

Lebih lanjut, Dr. Beni juga menjelakan bahwa RUU PKS ini sebenarnya sudah dapat menjawab keterbatasan terhadap aturan perundang-undangan yang sudah ada. Beliau menyampaikan bahwa ada beberapa hal baru yang telah durumuskan dan dituangkan dalam RUU PKS ini dimana pada aturan perundang-undangan sebelumnya tidak diatur, seperti mulai dari hal Tindak pidana, Pemidanaan, Pencegahan, Proses penanganan (pemulihan), hingga pada Pembuktian terhadap tindak pidana kekerasan seksual.

Pada kesempatannya juga Dr. Beni memaparkan bahwa ada beberapa hal juga yang membuat beberapa kalangan tidak menyetujuinya. Hal tersebut beliau sampaikan bahwa telah timbulnya miss persepsi/konsepsi dimana RUU PKS ini dianggap Pro Zinah, Pro LGBT, dan Pro Aborsi. Akan tetapi beliau menyampaikan bahwa setelah mempelajari dengan seksama RUU PKS tersebut tidaklah demikian. Bahkan beliau menambahkan hal hal mengenai kekhawatiran dan keraguan masyarakat terhadap isu tersebut telah diakomodir pengaturannya dalam RUU PKS ini.

Terakhir Dr. Beni dalam penutupnya menyampaikan, walaupun sangat disayangkan telah dikeluarkan pada prolegnas prioritas 2020 marilah kita kawal terus RUU PKS ini untuk dapat diperjuangkan kembali pada oktober nanti supaya masuk dalam prolegnas prioritas 2021.

Webinar berjalan dengan baik dan mendapatkan antusias dari peserta yang mayoritas mahasiswa Fakultas Hukum dari berbagai Universitas di Indonesia yang tergabung melalui zoom cloud meeting. Webinar RUU PKS diakhiri dengan komitmen untuk tetap mengawal RUU PKS agar dapat segera dimaksukkan kembali ke Prolegnas Prioritas.

Dr._Beniharmoni_Harefa_Mengeluarkan_RUU_Penghapusan.jpg

Berita Sebelumnya

Persiapan Kerjasama Teknik Industri UPNVJ dengan BKSTI

Berita Selanjutnya

Transformasi Pembelajaran Mata Kuliah Wajib Universitas, UPNVJ Gelar Pembekalan dan Pemantapan Dosen Pancasila dan Kewarganegaraan