PROSPEKTIV 2025: Jojo S. Nugroho Ajak Mahasiswa Baru UPNVJ Bangun Digital Mindset di Era AI

HumasUPNVJ – Kegiatan Program Stimulasi Pembelajaran, Etika, Kolaborasi, dan Kreativitas (PROSPEKTIV) 2025 Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta (UPNVJ) menghadirkan narasumber kedua, Jojo S. Nugroho, M.Sos., CPR, seorang Pakar Komunikasi Krisis dan CEO IMOGEN / IMAJIN PR & Research yang dikenal luas di dunia kehumasan nasional. Melalui materi bertajuk “Digital Mindset: Dari Takut Otomasi ke Siap Kolaborasi dengan Mesin,” Jojo mengajak mahasiswa baru untuk melihat teknologi bukan sebagai ancaman dan menumbuhkan mindset yang siap beradaptasi.

Jojo membuka pemaparannya dengan refleksi sederhana: “Setiap era teknologi selalu membawa ketakutan baru, tapi pemenang bukanlah yang paling pintar menguasai teknologi, melainkan yang paling cepat beradaptasi.” Menurutnya, transformasi digital bukan hanya soal alat, tapi cara berpikir. Dalam konteks kehidupan kampus dan dunia kerja, mahasiswa dituntut memiliki kesiapan mental untuk terus belajar dan bereksperimen di tengah perubahan yang cepat

Ia menjelaskan bahwa digital mindset bertumpu pada tiga pilar utama, yaitu curiosity (rasa ingin tahu tanpa takut salah), agility (kelincahan belajar dan beradaptasi), serta collaboration (kolaborasi manusia dan mesin secara harmonis).

Pada pilar curiosity, Jojo mencontohkan bahwa mahasiswa perlu berani mengeksplorasi berbagai aplikasi kecerdasan buatan seperti ChatGPT, bukan untuk menggantikan diri sendiri, melainkan untuk meningkatkan kualitas, efisiensi, dan kecepatan kerja. Sementara itu, agility menekankan kemampuan untuk trial and learn, belajar cepat dari kesalahan kecil sebelum mengambil keputusan besar. “Di era digital, bukan yang sempurna yang menang, tapi yang paling cepat belajar,” tegasnya

Pada aspek collaboration, Jojo menegaskan bahwa AI bukanlah pesaing, tetapi mitra kerja tanpa gaji. Manusia, menurutnya, memiliki keunggulan dalam empati, intuisi, dan kemampuan bercerita, sementara mesin unggul dalam analisis data dan konsistensi. Sinergi antara keduanya disebutnya sebagai bentuk co-intelligence yang mampu menciptakan nilai baru dalam dunia komunikasi dan industri kreatif

Jojo kemudian menyoroti perubahan pola kerja di era digital yang menuntut pergeseran dari “kerja mandiri” menjadi “kerja dengan sistem dan data.” Menurutnya, mahasiswa perlu membiasakan diri untuk mengambil inisiatif mencari solusi berbasis data, bukan hanya menunggu perintah. Ia menegaskan bahwa insight lebih berharga daripada sekadar pengalaman, karena data kini menjadi fondasi utama dalam setiap pengambilan keputusan

Untuk menggambarkan contoh nyata digital mindset, Jojo menggambarkan Tim Public Relations yang berpikir digital dalam krisis adalah mereka yang berhasil menangani krisis komunikasi dengan pendekatan berbasis data dan teknologi AI. Tim tersebut tidak lagi bergantung pada insting, melainkan memantau percakapan publik secara real time, menganalisis sentimen, serta menyusun respons strategis yang cepat dan efektif. Hasilnya, eskalasi isu dapat ditekan dan reputasi lembaga dapat pulih dengan lebih cepat

Sementara itu, Jojo juga memberikan contoh bagaimana kurangnya digital mindset dapat menyebabkan krisis reputasi. Jojo mengangkat satu kasus yang menimpa mantan Menteri Indonesia. Kasus yang terjadi yaitu video pidato sang mantan menteri dimanipulasi (Deepfake) dari sumber potongan pidato di salah satu perguruan tinggi negeri di Indonesia pada bulan Agustus silam.

Video hoax ini memberikan stigma negatif ke salah satu profesi sehingga menimbulkan perdebatkan dan berdampak pada citra mantan Menteri tersebut. Pada kasus ini, Jojo menganalisa bahwa Tim Humas Kementerian terkait tidak segera melakukan klarifikasi karena kurangnya digital mindset. Hal ini menyebabkan hoax menjadi krisis reputasi atasannya. Ia menegaskan bahwa kemampuan literasi digital dan kecepatan klarifikasi menjadi krusial di era penyebaran informasi palsu berbasis AI.

Dalam penutup materinya, Jojo mengutip hasil Global Communication Report 2025 dari USC Annenberg yang menunjukkan bahwa penguasaan AI kini menjadi keterampilan penting di dunia Public Relations, terutama dalam bidang analisis media sosial (43%), riset dan analitik (36%), serta pengembangan konten dan komunikasi strategis

Ia menekankan bahwa mahasiswa yang ingin sukses di masa depan perlu memadukan empati manusia dengan kecerdasan mesin, serta mengasah kecepatan adaptasi terhadap tren teknologi.

“AI tidak akan menggantikan manusia, tapi manusia yang tidak belajar AI akan tergantikan,” pungkasnya.

Melalui sesi ini, mahasiswa baru UPNVJ dibekali pemahaman bahwa memiliki digital mindset berarti siap menghadapi dunia yang berubah dengan rasa ingin tahu, kelincahan belajar, dan kolaborasi lintas teknologi. Tiga karakteristik ini menjadi fondasi penting untuk menjadi generasi yang inovatif dan kreatif di era digital.

 

Berita Sebelumnya

PROSPEKTIV 2025: dr. Taufiq Pasiak Bahas Pentingnya Character Building Berbasis Neurosains

Berita Selanjutnya

PROSPEKTIV 2025: Adrian Pranata Dorong Mahasiswa Baru UPNVJ Jadi Changemaker di Dunia Kesehatan Global